SINGARAJA FM,-Hari suci Kuningan merupakan salah satu hari suci umat Hindu, yang mana hari suci Kuningan masih merupakan serangkaian hari suci Galungan yaitu hari kemenangan dharma melawan adharma. Hari suci Kuningan sendiri diperingati setiap 6 bulan sekali atau 210 hari sekali. Dalam lontar Sundarigama disebutkan “Saniscara kliwon kuningan, tumurun mwah wateki dewata kabeh, mwang sang dewa pitara, asuci laksana....” pada saat Saniscara Kliwon Wuku Kuningan yang mana pada hari ini diperingati sebagai pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, para dewa-dewi yang turun kembali serta pemujaan pada leluhur agar memperoleh perlindungan. Pada hari kuningan ini umat Hindu memohon keselamatan dan kemakmuran serta perlindungan dalam hidup.
Dilihat dari asal
kata,Kuningan berasal dari kata kauningan dengan kata dasarnya uning atau tau,
yakni pengetahuan tentang kebaikan dharma serta pengetahuan tentang sang diri.
Pada hari suci kuningan umat memohon keselamatan serta kedamaian, yang mana,
kedamaian dalam diri akan tercipta diawali dengan kesejahteraan dan kebahagiaan secara batin.Untuk memperoleh
hal tersebut harus didasari dari sebuah pengetahuan (widya) atau kauningan itu
sendiri.
Hari suci Kuningan
merupakan sebuah momentum untuk nguninging awak/raga yaitu menyadari diri/menempatkan diri “ Kuningan ngaran sinungsun sarira” (lontar
Sundarigama koleksi dari Geria Gede Banjarangkang Klungkung ), jika diartikan
maka hari suci kuningan menjadi sebuah upaya
untuk meningkatkan rasa eling/ ingat dalam diri untuk mengetahui serta
memahami hakekat diri sendiri, sehingga mampu menjadi pribadi yang lebih baik
serta mengarahkan kita pada perenungan akan sang diri.
Lalu, mengapa
pelaksanaan persembahyangan Kuningan dibatasi hingga jam 12 siang saja?
Hal ini dikarenakan
bahwa waktu pagi hari sebelum jam 12 siang merupakan waktu yang tepat atau
istilahnya Satwika kala atau sering juga dengan waktu yang dipenuhi oleh
kebaikan, dan waktu pencerahan karena hari suci kuningan sebagai sebuah momen
untuk memohon pencerahan pada sang diri atau nguningin raga maka sebaiknya
persembahan jangan sampai matahari melewati titik barat, alangkah baiknya saat
pagi hari ketika matahari terbit atau abang wetan/ brahma murta yang merupakan
titik awal menuju kebaikan dan pencerahan.
Selain itu, berbicara
kuningan yang jatuh pada wuku kuningan sendiri, merupakan wuku yang kedua belas
dimana dalam sistem pemujaan dalam hindu mengarahkan pemujaan kepada 12 aditya
yang mengarahkan pada pencerahan, karena kauningan atau pengetahuan akan
membawa seseorang menjadi uning atau tahu, maka untuk memperoleh
kauningan/pengetahuan serta pencerahan tersebut sebaiknya dilakukan di pagi
hari.
Dalam pelaksanaan hari
suci kuningan diidentikan dengan berbagai uparengga upakara diantaranya tamiang
yang merupakan simbol tameng atau perisai yang menjadi pelindung serta benteng
diri dari hal-hal yang tidak baik. Ter yang berbentuk senjata panah merupakan
simbol manah atau pikiran yang tulus suci karena sudah mendapat pencerahan,
sulanggi yang berisi nasi kuning. Sulanggi berasal dari kata su yang berarti
baik dan langgi berarti panutan jadi hal ini bermakna bahwa dalam hidup kita harus bisa memberikan
contoh atau menjadi panutan kebaikan yang harus diawali dari diri kita sendiri.
Nasi Kuning merupakan lambang dari kesuburan dan kemakmuran, amertha, ini
menjadi simbolis permohonan akan kesuburan, kesejahteraan serta kemakmuran.
Selain itu juga warna kuning melambangkan sinar atau pencerahan, yang mengarahkan
serta menerangi dalam kegelapan.Tebog bermakna
bahwa kehidupan ini adalah saling melengkapi, jadi sudah sewajarnya
sebagai mahluk sosial kita harus mau berbagi dan menjalin hubungan yang
harmonis dengan sesama.Endongan yang berbentuk kompek menjadi simbol bekal bagi
leluhur menuju ke sunia loka serta simbol bagi kita manusia yang mana manusia
hendaknya berbekal kebaikan serta kauningan/pengetahuan yang benar sebagai
bekal hidup ini.
Jadi hari suci kuningan
tidak hanya diperingati sebagai pemujaan para dewa dan leluhur yang turun
kedunia untuk memberikan perlindungan kepada kita, melainkan menjadi kesempatan
bagi kita untuk nguningang raga atau menyadari diri guna memperoleh
pencerahan tentang hakekat kehidupan dan sang diri. Tidak hanya itu hari suci
Kuningan sendiri yang jatuh pada saat tumpek , dimana tumpek sendiri memiliki
makna “tampek” atau dekat, yang dalam
konteks hari suci kuningan mengandung makna sesungguh bagaimana kita nguningang
raga untuk mampu lebih mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi yang
diawali dengan mendekat pada sang diri dengan cara “ngening-ngening citta
nirmala, tan pegat ing samadhi” menjaga pikiran dan batin hening tetap bersih
dan suci, sehingga kita menjadi uning serta mampu meningkat rasa eling, sadar
serta mampu memilah dan memilih mana yang baik dan benar, sehingga diperoleh
yang namanya kemakmuran, kesejahteraan serta kedamaian.
Penulis : Wahyanti, S.Sos
Penyuluh Agama Hindu Kantor Kementrian Agama Buleleng
0Komentar