SINGARAJA FM,-Hari suci Pagerwesi dalam tradisi Hindu Bali adalah momentum spiritual yang selalu mengingatkan umat untuk memperkuat benteng diri. Pagerwesi berasal dari dua suku kata “pagar” yang berarti pelindung, dan “wesi” berarti besi, sehingga dimaknai sebagai “pagar besi” yang kokoh, simbol perlindungan batin terhadap serangan adharma (kegelapan).Apakah makna tersebut bisa diterima secara logika oleh generasi Gen Z? Mengingat fenomena dunia modern yang begitu fantastis, terutama derasnya arus informasi, media sosial, hoaks, hingga budaya konsumerisme tentu makna ini harus dapat dicerna, diilmiahkan dan dapat diterima saat kita mampu menarik perhatian dan membuka relung hati terdalam setiap umat.Perayaan hari suci Pagerwesi menjadi relevan untuk dihayati sebagai pengingat atau alarm tubuh, agar umat tidak kehilangan jati diri. Benteng bukan hanya fisik, tetapi juga mental, spiritual, dan etika.Penanaman nilai karakter yang dilakukan oleh leluhur kita terdahulu adalah dari nilai yang terkandung dalam satua Bali .Satua Bali memiliki andil sangat besar dalam mengedukasi generasi kita nantinya untuk memahami ajaran agama dengan cara sederhana tetapi penuh makna.
Pagerwesi dalam Satua
Bali mengajarkan nilai dari sebuah benteng kesadaran, Dalam satua Bali, banyak
cerita yang sesungguhnya mengajarkan konsep “pager diri”, misalnya, Satua Men
Brayut, yang menggambarkan seorang ibu dengan banyak anak, dibalik humor dan kesan
ramai, satua ini mengandung makna kesabaran, ketekunan, dan kemampuan
mengendalikan diri. Men Brayut yang penuh kasih sayang adalah pagar yang
menjaga anak-anaknya dari kekurangan cinta dan pengabaian.
Satua lain, I Belog,
sering dipandang sebagai cerita jenaka tentang kebodohan, namun, jika dimaknai
lebih dalam, I Belog justru menjadi simbol manusia yang belum memiliki pager
wesi dalam pikirannya. Ia mudah dipengaruhi, tidak mampu memilah benar dan
salah, sehingga selalu terjerumus dalam masalah, pengetahuan akan momentum
perayaan hari suci Pagerwesi
mengingatkan kita agar tidak menjadi “I Belog” di era digital, yang dapat
dijabarkan mudah termakan hoaks, terjebak kebencian, dan kehilangan arah hidup.
Makna Pagerwesi Dalam
Kehidupan Modern Juga Punya Andil Dalam Penguatan
benteng
pikiran.Kehidupan di era digital, media sosial tentunya dapat menjadi pisau
bermata dua, maka bijaklah dalam menggunakan media dalam konsumsi sebuah
berita, pikiran juga harus dijaga agar tidak mudah goyah. Pagerwesi dapat dianalogikan
sebagai momentum untuk mengasah kebijaksanaan.
Benteng nilai etika
menjadi nilai kunci saat Evoria hari suci umat yang selalu mengingatkan agar umat menjaga diri
dalam sebuah pengendalian diri, dalam
dunia yang serba cepat, etika sering dilupakan. Satua Balilah yang memiliki
relevansi sangat besar dalam proses transformasi kebijaksanaan. Nilai dalam
setiap satua Bali mengajarkan bahwa perilaku tanpa etika akan membawa
kehancuran.
Benteng Spiritualitas
dapat diasah dengan menghadap Beliau saat sembahyang, tindakan umat yang sangat mulia
saat menghubungkan diri kepada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, memperkuat iman, agar tidak hanyut dalam arus materialisme
Jika dikaitkan dengan
pandangan generasi sekarang, nilai suci Pagerwesi dapat dipandang sebagai
alarm kesadaran. Satua Bali bukan sekadar dongeng, melainkan pagar nilai yang
diwariskan leluhur, ditengah krisis moral, meningkatnya kasus kekerasan, hingga
bunuh diri yang marak, Pagerwesi hadir untuk mengingatkan jangan lupakan untuk selalu membentengi pikiran dengan dharma,
bentengi hati dengan welas asih, bentengi hidup dengan kesadaran spiritual.
Hari Pagerwesi bukan
hanya ritual menghaturkan sesajen, melainkan saat untuk meneguhkan pagar dalam
diri. Satua Bali memberi gambaran nyata antara siapa yang memiliki benteng diri
akan kuat menghadapi zaman, sementara yang lalai akan mudah goyah.Pemahaman
dari nilai satua Bali mengingatkan pada sebuah pesan kehidupan dalam sebuah
konsep memuliakan Tuhan dalam tatanan hari suci Pagerwesi sebagai Perpaduan
Mānava Seva dan Mādhava Seva.Konsep yang sangat relevan dan kerap diabaikan,
ketika umat hanya berbhakti kepada Tuhan (Mādhava Seva) tanpa peduli sesama,
bhakti menjadi sempit. Sebaliknya, bila hanya menolong sesama (Mānava Seva)
tanpa dasar spiritual, pelayanan menjadi hampa.
Pagerwesi hadir sebagai
titik temu nilai spiritual.
Mānava Seva adalah
wujud nyata Pager (pagar) yang kita bangun dalam hubungan sosial.
Mādhava Seva adalah
inti besi (wesi) yang memperkuat batin agar teguh dalam Dharma.
Keduanya bersatu
sebagai pagar kokoh yang menjaga manusia dari kehancuran di tengah derasnya
arus Kaliyuga. Pagerwesi, Satua Bali dan pengetahuan adalah salah satu Seva sebagai Jalan Hidup.Hari suci Pagerwesi
bukan sekadar menghaturkan banten, melainkan momentum membangun benteng diri
dengan Dharma. Satua Bali menjadi pengingat praktis, sementara ajaran Weda
menegaskan landasan teologisnya.
dengan memaknai
Pagerwesi melalui Mānava Seva dan Mādhava Seva:
Kita menjaga diri dan
orang lain dari kegelapan.
Kita menjadikan pelayanan
sebagai jalan bhakti.
Kita membentengi zaman
dari kehampaan spiritual.
> “Mānava Seva
adalah Mādhava Seva”
Melayani sesama adalah
melayani Tuhan. Itulah pagar besi sejati yang tak pernah berkarat.
Oleh, Luh Irma
Susanthi, S.Sos.,M.Pd.
Koordinator Penyuluh
Agama Hindu Kecamatan Kubutambahan
0Komentar