TUO6BUOpGUd9BUYpGSroBSGiGY==
Light Dark
Pagerwesi, Benteng Diri Dari Kegelapan, Satua Bali Sebagai Cermin Kehidupan

Pagerwesi, Benteng Diri Dari Kegelapan, Satua Bali Sebagai Cermin Kehidupan

Daftar Isi
×

SINGARAJA FM,-Hari suci Pagerwesi dalam tradisi Hindu Bali adalah momentum spiritual yang selalu mengingatkan umat untuk memperkuat benteng diri. Pagerwesi berasal dari dua suku kata “pagar” yang berarti pelindung, dan “wesi” berarti besi, sehingga dimaknai sebagai “pagar besi” yang kokoh, simbol perlindungan batin terhadap serangan adharma (kegelapan).Apakah makna tersebut bisa diterima secara logika oleh generasi Gen Z? Mengingat fenomena dunia modern yang begitu fantastis,  terutama derasnya arus informasi, media sosial, hoaks, hingga budaya konsumerisme tentu makna ini harus dapat dicerna, diilmiahkan dan dapat diterima saat kita mampu menarik perhatian dan membuka  relung hati terdalam setiap umat.Perayaan hari suci Pagerwesi menjadi relevan untuk dihayati sebagai pengingat atau alarm tubuh, agar umat tidak kehilangan jati diri. Benteng bukan hanya fisik, tetapi juga mental, spiritual, dan etika.Penanaman nilai karakter yang dilakukan oleh leluhur kita terdahulu adalah dari nilai yang terkandung dalam satua Bali .Satua Bali memiliki andil sangat besar dalam mengedukasi generasi kita nantinya untuk memahami ajaran agama dengan cara sederhana tetapi penuh makna.

Pagerwesi dalam Satua Bali mengajarkan nilai dari sebuah benteng kesadaran, Dalam satua Bali, banyak cerita yang sesungguhnya mengajarkan konsep “pager diri”, misalnya, Satua Men Brayut, yang menggambarkan seorang ibu dengan banyak anak, dibalik humor dan kesan ramai, satua ini mengandung makna kesabaran, ketekunan, dan kemampuan mengendalikan diri. Men Brayut yang penuh kasih sayang adalah pagar yang menjaga anak-anaknya dari kekurangan cinta dan pengabaian.

Satua lain, I Belog, sering dipandang sebagai cerita jenaka tentang kebodohan, namun, jika dimaknai lebih dalam, I Belog justru menjadi simbol manusia yang belum memiliki pager wesi dalam pikirannya. Ia mudah dipengaruhi, tidak mampu memilah benar dan salah, sehingga selalu terjerumus dalam masalah, pengetahuan akan momentum perayaan hari suci  Pagerwesi mengingatkan kita agar tidak menjadi “I Belog” di era digital, yang dapat dijabarkan mudah termakan hoaks, terjebak kebencian, dan kehilangan arah hidup.

Makna Pagerwesi Dalam Kehidupan Modern Juga Punya Andil Dalam Penguatan

benteng pikiran.Kehidupan di era digital, media sosial tentunya dapat menjadi pisau bermata dua, maka bijaklah dalam menggunakan media dalam konsumsi sebuah berita, pikiran juga harus dijaga agar tidak mudah goyah. Pagerwesi dapat dianalogikan sebagai momentum untuk mengasah kebijaksanaan.

Benteng nilai etika menjadi nilai kunci saat Evoria hari suci umat yang selalu  mengingatkan agar umat menjaga diri dalam  sebuah pengendalian diri, dalam dunia yang serba cepat, etika sering dilupakan. Satua Balilah yang memiliki relevansi sangat besar dalam proses transformasi kebijaksanaan. Nilai dalam setiap satua Bali mengajarkan bahwa perilaku tanpa etika akan membawa kehancuran.

Benteng Spiritualitas dapat diasah dengan menghadap Beliau saat  sembahyang, tindakan umat yang sangat mulia saat  menghubungkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, memperkuat iman, agar tidak hanyut dalam arus materialisme

Jika dikaitkan dengan pandangan  generasi sekarang,  nilai suci Pagerwesi dapat dipandang sebagai alarm kesadaran. Satua Bali bukan sekadar dongeng, melainkan pagar nilai yang diwariskan leluhur, ditengah krisis moral, meningkatnya kasus kekerasan, hingga bunuh diri yang marak, Pagerwesi hadir untuk mengingatkan jangan lupakan untuk  selalu membentengi pikiran dengan dharma, bentengi hati dengan welas asih, bentengi hidup dengan kesadaran spiritual.

Hari Pagerwesi bukan hanya ritual menghaturkan sesajen, melainkan saat untuk meneguhkan pagar dalam diri. Satua Bali memberi gambaran nyata antara siapa yang memiliki benteng diri akan kuat menghadapi zaman, sementara yang lalai akan mudah goyah.Pemahaman dari nilai satua Bali mengingatkan pada sebuah pesan kehidupan dalam sebuah konsep memuliakan Tuhan dalam tatanan hari suci Pagerwesi sebagai Perpaduan Mānava Seva dan Mādhava Seva.Konsep yang sangat relevan dan kerap diabaikan, ketika umat hanya berbhakti kepada Tuhan (Mādhava Seva) tanpa peduli sesama, bhakti menjadi sempit. Sebaliknya, bila hanya menolong sesama (Mānava Seva) tanpa dasar spiritual, pelayanan menjadi hampa.

Pagerwesi hadir sebagai titik temu nilai spiritual.

Mānava Seva adalah wujud nyata Pager (pagar) yang kita bangun dalam hubungan sosial.

Mādhava Seva adalah inti besi (wesi) yang memperkuat batin agar teguh dalam Dharma.

Keduanya bersatu sebagai pagar kokoh yang menjaga manusia dari kehancuran di tengah derasnya arus Kaliyuga. Pagerwesi, Satua Bali dan pengetahuan adalah salah satu  Seva sebagai Jalan Hidup.Hari suci Pagerwesi bukan sekadar menghaturkan banten, melainkan momentum membangun benteng diri dengan Dharma. Satua Bali menjadi pengingat praktis, sementara ajaran Weda menegaskan landasan teologisnya.

dengan memaknai Pagerwesi melalui Mānava Seva dan Mādhava Seva:

Kita menjaga diri dan orang lain dari kegelapan.

Kita menjadikan pelayanan sebagai jalan bhakti.

Kita membentengi zaman dari kehampaan spiritual.

> “Mānava Seva adalah Mādhava Seva”

Melayani sesama adalah melayani Tuhan. Itulah pagar besi sejati yang tak pernah berkarat.

 

Oleh, Luh Irma Susanthi, S.Sos.,M.Pd.

Koordinator Penyuluh Agama Hindu Kecamatan Kubutambahan



0Komentar

sn
sn
Special Ads