SINGARAJA FM,-Dalam rangka memperkuat implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) sub urusan bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buleleng menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Pembinaan dan Pengawasan Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Bencana Kabupaten Buleleng, yang dilaksanakan di Hotel Puri Lovina, Selasa (22/7).
Kegiatan ini dihadiri
oleh berbagai pihak strategis yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana di Buleleng. Hadir dalam kesempatan ini Kepala Pelaksana
BPBD Kabupaten Buleleng Putu Ariadi Pribadi, Kepala Pelaksana Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali yang diwakili oleh Kepala UPTD
Pengendalian Bencana Daerah BPBD Provinsi Bali, tim Pembinaan dan Pengawasan
(Binwas) SPM Provinsi Bali, perwakilan dari Tim SIAP SIAGA, serta para tamu
undangan dari perangkat daerah, kecamatan, dan desa di Kabupaten Buleleng.
Dalam paparannya, Kalak
BPBD Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, menegaskan bahwa pelaksanaan SPM merupakan
kewajiban konstitusional pemerintah daerah dalam menjamin hak-hak dasar
masyarakat, khususnya dalam konteks kebencanaan. Hal ini sesuai dengan amanat
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal, yang
menjadi acuan dalam penyelenggaraan pelayanan dasar di daerah.
“SPM ini bukan hanya
formalitas administrasi, tapi merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam
memastikan masyarakat terlindungi dari risiko bencana melalui layanan yang
terukur, terencana, dan berkelanjutan,” tegas Ariadi.
Lebih lanjut ia
menjelaskan, terdapat lima jenis pelayanan dasar yang menjadi indikator dalam
SPM sub urusan bencana, yaitu Informasi rawan bencana, Peringatan dini bencana,
Edukasi kebencanaan, Evakuasi dan penyelamatan serta Pemenuhan kebutuhan dasar
pasca bencana.
“Buleleng memiliki
risiko bencana yang cukup kompleks mulai dari gempa bumi, tanah longsor, banjir
bandang, hingga kebakaran hutan. Maka kita perlu menyusun strategi terpadu dan
kolaboratif agar pemenuhan SPM ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat,” tambahnya.
Kegiatan FGD ini juga
menghadirkan narasumber dari BPBD Provinsi Bali dan tim Binwas SPM Provinsi
Bali yang memberikan pembekalan teknis mengenai tata cara pelaksanaan,
pelaporan, hingga evaluasi SPM. Selain itu, FGD menjadi wadah diskusi terbuka
untuk menggali permasalahan riil di lapangan, seperti tantangan keterbatasan
sumber daya, koordinasi lintas sektor, serta keterjangkauan wilayah terdampak
bencana.
Dalam sesi diskusi,
disoroti pula pentingnya peran desa dalam pelaksanaan SPM, mulai dari
pemutakhiran data risiko bencana, penyusunan rencana kontingensi desa, hingga
penguatan kapasitas kelembagaan relawan lokal. Ditekankan pula bahwa pendekatan
berbasis data dan digitalisasi pelaporan akan menjadi prioritas BPBD Buleleng ke
depan melalui penguatan sistem pelaporan e-SPM.
Melalui kegiatan ini,
BPBD Buleleng berharap seluruh pemangku kepentingan dapat memperkuat sinergi
dan komitmen bersama dalam percepatan pemenuhan SPM sub urusan bencana. Rencana
tindak lanjut dari FGD ini mencakup pembinaan berkelanjutan di tingkat desa,
peningkatan kapasitas SDM teknis, dan integrasi program antarsektor.
“Ini bukan pekerjaan
satu institusi, tetapi kerja kolektif. Mari bersama kita wujudkan Buleleng yang
tangguh bencana, dengan layanan kebencanaan yang inklusif, cepat, dan tepat
sasaran,” tutup Ariadi.
0Komentar