![]() |
| Aksi Penolakan Mewarnai Proses Ngadegang atau Pemilihan Bendesa Madya Majelis Desa Adat Buleleng |
SINGARAJA FM,-Aksi penolakan mewarnai
proses ngadegang Bendesa Madya atau pemilihan Ketua Majelis Desa
Adat (MDA) Buleleng.
Hal itu terlihat dalam
forum Paruman Madya Majelis Desa Adat (MDA) Bali di
Kabupaten Buleleng yang digelar di Gedung Wanita Laksmi Graha, pada Jumat
(12/12/2025) pagi.
Sejumlah krama Desa
Adat Banyuasri turun menyuarakan keberatan mereka
terhadap pencalonan I Nyoman Westha sebagai salah
satu prajuru madya MDA Buleleng.
Aksi dilakukan secara
damai dengan membawa berbagai spanduk bernada kritik.
Beberapa di antaranya
bertuliskan “Saudara Nyoman Westha Gagal Produk Pemilihan Kepengurusan MDA
Kabupaten Buleleng. Batalkan Kepengurusan”, “Buleleng Menolak Sengukini,
Buleleng Butuh Bima (Berani Menolak Arogansi)”, hingga “Drama di MDA Lebih
Seru Dibanding Drakor di Youtube”.
Mereka menuntut proses
yang transparan dan menolak pencalonan Westha dalam struktur prajuru madya.
Gede Surya, krama
Banyuasri yang turut melakukan aksi mengatakan, penolakan tersebut muncul dari
penilaian krama Desa Adat Banyuasri terhadap rekam
jejak Westha saat bermasyarakat di desa.
“Kami menolak.
Karena track record beliau ini selama menjadi penyarikan di MDA dan
sebagai krama Banyuasri, punya citra yang buruk,” ujarnya.
Menurutnya, selama
delapan tahun terakhir Westha tidak aktif mendukung kegiatan desa adat.
“Bahkan
untuk nyakupang lima (sembahyang) saja ke (pura) Kahyangan
Tiga tidak pernah. Apakah yang begini yang akan didudukkan sebagai bendesa
madya,Desa lain mungkin tidak tahu karakternya, tapi kami di Banyuasri tahu,”
tegas Surya.
Dalam proses penjaringan
ada 8 orang bakal calon yang mendapat dukungan dari MDA kecamatan di Kabupaten
Buleleng.
Selanjutnya MDA
Bali melakukan penilaian dengan melibatkan 11 orang pakar di tingkat
provinsi. Adapun penilaian dilakukan lewat proses wawancara. Para pakar menciutkan
8 orang bakal calon, menjadi 5 orang calon.
Adapun kelima orang itu
adalah I Nyoman Westha, Nyoman Darmawartha, I Ketut Indrayasa, Gede Arsa
Wijaya, dan Made Ardirat.
“Wawancara itu bukan
tes, tapi untuk menggali komitmen mereka. Setelah ditetapkan lima orang calon,
mereka diberi kebebasan untuk menentukan siapa ketua dan struktur lain secara
kolektif kolegial. Yang memilih ketua hanya lima orang itu, bukan kami,” ungkap
pria yang juga prajuru MDA Bali itu
Wena menegaskan
pihaknya tidak dalam posisi menolak atau menerima, melainkan memastikan
mekanisme ngadegang bendesa madya berjalan sesuai ketentuan SK 122
MDA Bali.
Sementara itu, I Nyoman
Westha yang turut hadir dalam paruman, menanggapi aksi krama dan riak-riak
paruman dengan santai.
“Menurut saya ini bukan
penolakan, mungkin hanya mempertanyakan. Prosesnya demokratis, keputusan
diambil dalam forum paruman,” kata Westha.
Setelah terpilih
sebagai bendesa madya, Ia memastikan tidak ada diskriminasi dalam pelayanan MDA
Buleleng.
“169 desa adat Buleleng
tetap harus kami rangkul. Tidak ada yang disepelekan. Kami menghormati
perbedaan pendapat, tapi keputusan sudah diterima dengan baik.”ujar westha

0Komentar