SINGARAJA FM,-Kelambatan dalam membaca,tulis yang dialami oleh siswa SMP yang juga ikut ditangani oleh Relawan dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Undiksha melakukan pendampingan belajar pada siswa SMP di Buleleng yang mengalami gangguan baca dan tulis.
Kesimpulan sementara
setelah hampir sebulan pendampingan, tercatat ada 6 penyebab keterlambatan
membaca pada siswa SMP.
Dekan FIP Undiksha, I
Wayan Widiana ditemui mengatakan, belum lama ini pihaknya mengadakan pertemuan
terbuka dengan relawan yang terdiri dari dosen dan mahasiswa.
Dari pertemuan itu, ia
menyimpulkan ada enam penyebab siswa mengalami keterlambatan membaca.
Pertama yakni gangguan
kognitif. Menurut Widiana, kemampuan kognitif rendah pada anak menyebabkan ia
susah menerima materi.
Selanjutnya gangguan fisik
berupa penglihatan dan pendengaran. Itu yang juga menyebabkan siswa susah
membaca dan menulis. Adapula gangguan saraf yakni disleksia.
"Penyebab lainnya
yakni gangguan emosional dan psikososial. Itu merupakan gangguan traumatik.
Anak-anak trauma belajar karena ada faktor dari keluarga yang mungkin keras,
atau lingkungan sekolah yang kurang nyaman," jelasnya 2 Juni 2025
Selanjutnya siswa
memiliki kemampuan atau komunikasi bahasa yang berbeda. Widiana menilai siswa
sulit beradaptasi saat dihadapkan dengan bahasa berbeda antara di lingkungan
rumah dengan pembelajaran di sekolah. "Terkahir yakni disebabkan proses
pembelajaran dan motivasi dukungan belajar yang kurang," ucapnya.
Mengenai hal ini,
pihaknya berkomitmen untuk melanjutkan pendampingan yang telah dimulai pada 6
Mei 2025. Pendampingan ini melibatkan 76 dosen serta 375 mahasiswa. Di mana
mahasiswa tiap hari harus membuat laporan perkembangan anak.
"Kami melibatkan
mahasiswa semester 4 dan 6 menjadi relawan dalam pengentasan masalah ini. Seluruhnya
didanai secara mandiri," ucapnya.
Proses pendampingan,
lanjut Widiana, dilakukan pada kelas khusus yang disediakan oleh sekolah. Di
mana setiap pendampingan membutuhkan waktu selama 3 jam.
Untuk di wilayah
perkotaan, pendampingan dilakukan empat kali dalam sepekan. Sedangkan di
wilayah desa yang cenderung pelosok, pendampingan dilakukan dua kali dalam
sepekan. "Ini karena keterbatasan jarak. Disamping juga mahasiswa yang
menjadi relawan masih mengikuti perkuliahan," ucapnya.
Widiana mengatakan, saat
ini pihaknya masih melakukan proses pendampingan awal. Ia berencana membuat
kesepakatan dengan siswa, agar pendampingan belajar tetap berjalan saat libur
sekolah. "Sejauh ini tidak ada kendala dalam pendampingan," imbuhnya.
Widiana juga berharap
pendampingan yang dilakukan mahasiswa bisa menjadi role model bagi sekolah.
Diharapkan sekolah melihat cara pendampingan yang dilakukan mahasiswa, sehingga
bisa diaplikasikan apabila terjadi kasus serupa di tahun-tahun berikutnya.
"Mudah-mudahan apa
yang kami lakukan ini ditiru oleh sekolah. Sehingga ketika ada kasus serupa,
sekolah sudah punya solusinya," Pungkas Widiana.
0Komentar