SINGARAJA FM,-Hari Suci Tumpek Krulut merupakan salah satu hari suci umat Hindu yang mengandung nilai filosofis tinggi dalam ajaran Leluhur Nusantara. Tumpek Krulut dirayakan setiap Saniscara Kliwon wuku Krulut. Secara arfiah Tumpek Krulut lebih familiar dengan sebutan Tumpek Lulut. Lulut dalam Bahasa Bali berarti jalinan atau rangkaian pemujaan pada Dewa Iswara yang dianalogikan dalam kajian memuliakan nilai seni yang berfokus pada penghormatan terhadap aspek seni, khususnya seni suara (gamelan) sebagai ekspresi rasa cinta kasih, keindahan, dan spiritualitas. Pemujaan pada Dewa Iswara adalah bentuk pemuliaan pada nilai universal Prema atau kasih sayang dan nilai keindahan hingga di masyarakat Hindu kerap disebut “Rahina Tresna Asih” atau Hari Kasih Sayang atau Valentinenya umat Hindu, karena perayaan ini menumbuhkan rasa cinta kasih dan keharmonisan antar sesama.
Lebih dari sekadar
seremonial, Tumpek Krulut menjadi pengingat akan pentingnya menjaga harmoni
antara manusia dengan alam (palemahan), dengan sesama (pawongan), dan dengan
Tuhan (parahyangan), sejalan dengan konsep Tri Hita Karana dan pendekatan
kontemporer Green Dharma.
Pemaknaan hari suci
Tumpek Krulut dijabarkan dalam Lontar Sundarigama.Lontar Sundarigama adalah
salah satu sumber sastra Hindu di Bali yang menjelaskan makna hari-hari suci,
dalam lontar ini, Tumpek Krulut disebut sebagai:
"Tumpek Krulut
punika Sang Hyang Iswara mapan ring gamelan, gong, tabuh-tabuhan miwah pratima
Ida Bhatara, punika pinaka angayunin rasa suci tresna ring sasabran
jagat."
Makna:
Tumpek Krulut adalah
perayaan kehadiran manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam aspek suara suci
(Nada Brahman), yang diwujudkan dalam gamelan, alat-alat tabuhan, dan
lambang-lambang suci lainnya. Perayaan ini menanamkan rasa cinta kasih
universal (tresna ring sasabran jagat).
Nilai yang dikandung
adalah,
- Seni sebagai sarana pemujaan
- Nada sebagai bentuk vibrasi semesta
(Nada Brahman)
- Penanaman cinta kasih melalui
ekspresi budaya
Pemuliaan ajaran Tumpek
Krulut juga sangat erat kaitannya dengan konsep Green Dharma. Perspektif Green
Dharma adalah bentuk kehidupan dalam proses merawat vibrasi alam melalui nada.
Green Dharma adalah konsep dharma dalam konteks keberlanjutan dan kelestarian
lingkungan. Konsep palemahan yang memberi kehidupan pada setiap nafas alam
semesta beserta isinya, dalam Tumpek Krulut prinsip Green Dharma diaplikasikan
melalui,
- Pelestarian alat musik tradisional
sebagai warisan budaya dan energi positif
- Pengurangan polusi suara dengan
mengalunkan nada suci, bukan bising duniawi
- Kesadaran ekologi vibrasional: bahwa
setiap suara mempengaruhi ekosistem dan kesadaran kolektif. Sebuah kesadara
kosmis yang mempengaruhi setiap realitas kehidupan.
Salah satu kitab suci
yang memuliakan alam adalah Kitab Suci Atharwaveda yakni, Sloka Terkait
(Atharvaveda 4.30.3):
"Sham no bhavatu
shrutam, sham no bhavatu drishtam."
Artinya: "Semoga
yang kita dengar membawa kedamaian, semoga yang kita lihat membawa
ketenangan."
Ajaran ini
menggarisbawahi bahwa suara yang suci adalah bagian dari perlindungan alam dan
ketenangan batin. Pemuliaan pada alam semesta beserta isinya dalam ruang seni
dan harmonisasi juga dijabarkan dalam kitab hukum Hindu.
Perspektif Manava
Dharmasastra sebuah analogi Nilai Nada Sebagai Dharma. Dalam Manava
Dharmasastra (Manu Smrti), suara (sabda) dikaitkan dengan dharma dan
pengendalian diri:
Sloka II.76:
"Vakya-pramāṇam
dharmasya"
Artinya: "Ucapan
(sabda) adalah dasar dari kebenaran dharma."
Relevansi dengan Tumpek
Krulut,
- Ucapan dan nada tidak semata-mata
hiburan, tapi sarana penegakkan dharma
- Menyuarakan keindahan melalui gamelan
adalah tindakan dharma
- Penggunaan suara yang bijak adalah
praktik spiritual
Implikasi Etis:
- Menghindari ujaran kebencian, hoaks,
dan suara yang merusak keharmonisan sosial
- Menjadikan media suara sebagai wahana
pembinaan moral dan etika Hindu
- Ajaran Prema adalah nafas kehidupan
bentuk sebuah Kasih dalam Getaran Nada
Prema adalah cinta
kasih murni yang melampaui ego dan kepentingan pribadi. Tumpek Krulut adalah
manifestasi prema melalui:
- Nada sebagai perwujudan kasih tanpa
syarat
- Gamelan sebagai persembahan hati,
bukan sekadar pertunjukan
- Seni suara yang menembus batas sekat
sosial, menyatukan umat manusia
Bhagavad Gita 12.13:
"Adveshta
sarva-bhutanam, maitrah karuna eva cha"
Artinya: “Dia yang
tidak membenci makhluk hidup manapun, bersahabat dan penuh kasih, adalah
kekasih-Ku.”
Makna dalam konteks
Tumpek Krulut:
- Nada yang dilantunkan dalam kasih
membawa kedekatan dengan Tuhan
- Seni sebagai ekspresi bhakti, bukan
eksploitasi
- Musik suci menggetarkan atma,
membangkitkan cinta semesta
Nilai Tumpek Krulut
dalam Praktek Kehidupan Menuju Ekospiritual.
Praktik modern yang
sesuai ajaran Tumpek Krulut dapat dijabarkan dalam,
- Memutar musik gamelan tradisional
secara bijak dan sesuai konteks kesucian
- Melestarikan seni suara Bali dengan
semangat cinta kasih
- Mengadakan ritual kecil untuk
membersihkan dan menghaturkan sesajen pada alat-alat musik
- Menggunakan nada untuk menenangkan
pikiran dan mempererat persaudaraan
Ekospiritualitas yang
dibangun:
- Kesadaran bahwa bunyi adalah bagian
dari ciptaan Ilahi yang harus dihormati
- Nada yang tidak selaras akan membawa
kekacauan psikis dan lingkungan
- Nada yang harmonis menciptakan
resonansi positif dalam keluarga dan masyarakat
Hari suci Tumpek Krulut
bukan sekadar penghormatan terhadap seni, tetapi adalah panggilan spiritual
untuk mencintai, merawat, dan menyucikan kehidupan melalui vibrasi nada yang
harmoni. Dalam perspektif Green Dharma, Lontar Sundarigama, Manava Dharmasastra,
dan Ajaran Prema, Tumpek Krulut menjadi momentum untuk membangun dunia yang
lebih damai, indah, dan selaras dengan kehendak Ilahi.
Sloka (Rgveda
1.164.39):
"Ekam sat viprah
bahudha vadanti"
Artinya: “Kebenaran itu
satu, namun para bijak menyebutnya dengan banyak nama.”
Nada adalah salah satu
nama kebenaran itu. Maka mari kita jaga, rawat, dan persembahkan dengan dasar
pengendalian diri.
Di zaman serba digital
ini, manusia disuguhi kebisingan tanpa jeda—dari deru media sosial, suara
notifikasi gawai, hingga gelombang informasi yang tak terbendung. Di tengah
gelombang digital ini, Tumpek Krulut hadir bak oase spiritual—menawarkan
keheningan, keharmonisan, dan kesadaran akan vibrasi suci dalam hidup kita.
Nada bukan sekadar bunyi. Ia adalah jembatan antara jiwa dan Brahman.
Peran Strategis Tumpek
Krulut di Era Digital:
1. Filter Bunyi, Filter Jiwa
Di tengah kebisingan
digital, umat diingatkan untuk menyaring apa yang didengar dan dibagikan. Hanya
nada-nada yang meneduhkan, mencerahkan, dan membangkitkan Prema yang layak
disuarakan.
2. Digitalisasi Gamelan dan Pelestarian
Budaya
Di era ini, gamelan
bisa direkam, diajarkan, dan dinikmati secara virtual—melalui YouTube, podcast
spiritual, atau aplikasi pelatihan seni. Namun, ruh kesuciannya harus tetap
dijaga.
3. Nada sebagai Terapi Digital
Tumpek Krulut mendorong
umat memanfaatkan teknologi bukan untuk mengejar sensasi, tetapi sebagai alat
menyebarkan nada-nada suci yang menyembuhkan: musik meditatif Bali, mantra
digital, atau gamelan untuk yoga.
4. Kesadaran Spiritual di Tengah
Kecanggihan
Makin canggih
teknologi, makin dibutuhkan kesadaran akan vibrasi batin. Tumpek Krulut menjadi
pengingat bahwa alat tercanggih bukan gadget, melainkan hati yang peka pada
nada semesta.
Tumpek Krulut dan
Yadnya Satwika adalah sebuah bentuk proses pemurnian dalam konteks “Menyucikan
Persembahan Lewat Nada. Menurut Bhagavad Gita 17.11–13, yadnya diklasifikasikan
menjadi tiga jenis:
- Satwika Yadnya: dilaksanakan tanpa
pamrih, dengan hati yang suci dan sesuai sastra
- Rajasika Yadnya: untuk mendapatkan
pujian, kekayaan, atau kedudukan
- Tamasika Yadnya: tanpa sastra, penuh
kekerasan, dan tanpa keyakinan
Bhagavad Gita 17.11:
"Aphala-akankshibhir
yajño vidhi-drishtho ya ijyate, yaṣṭavyam eva iti manah samadhaya sa
satvikah."
Artinya: “Yadnya yang
dilakukan sesuai petunjuk kitab suci, tanpa pamrih, dan dengan keyakinan bahwa
ini adalah kewajiban suci, itulah yadnya yang Satwika.”
Kaitannya dengan Tumpek
Krulut:
1. Nada sebagai Sarana Yadnya Satwika
Ketika gamelan
dibunyikan bukan demi pertunjukan, tetapi sebagai sarana bhakti dan pemujaan,
maka ia menjadi bagian dari yadnya satwika.
2. Suara sebagai Persembahan Murni
Alunan gamelan dalam
Tumpek Krulut yang dilakukan dengan hati suci, tanpa pamer, tanpa
komersialisasi, adalah sraddha yang diwujudkan dalam suara.
3. Upakara Digital yang Satwika
Saat yadnya dilakukan
melalui media digital (seperti live streaming upacara, musik suci online), maka
kualitas satwika harus tetap dijaga:
- Disiapkan dengan penuh devosi
- Dilandasi tat twam asi dan cinta
kasih
- Tidak menjadi ajang promosi diri atau
kepentingan pribadi
Di dunia yang ramai
hiruk pikuk sebuah ruang kedamaian dalam perayaan Tumpek Krulut mengajarkan
heninglah sebelum berbicara, dengarkan sebelum bersuara, suarakan hanya yang
suci. Hari suci ini bukan sekadar perayaan seni, melainkan penempaan kesadaran
bahwa vibrasi adalah doa, dan doa yang dilantunkan dengan kasih mampu
menyucikan dunia, termasuk dunia digital yang kita huni.
Sebagaimana petikan
indah dari Upanishad:
"Nada brahma iti
shrutih."
Artinya: “Nada adalah
Brahman itu sendiri.”
Maka dalam setiap
denting gamelan, setiap alunan mantra, dan setiap ujaran yang lembut disitulah
kita mempersembahkan yadnya satwika dalam zaman digital ini. Semoga di momentum
hari suci Tumpek Krulut, Saniscara Kliwon Krulut, saniscara dengan urip 9
adalah lambang sembilan penjaga dari segala arah dalam konsep Dewata Nawa
Sanga, Kliwon dengan urip 8 sebagai bentuk momentum hari suci Tumpek Krulut
untuk memberi ruang dalam hidup dengan mewujudkan Asta Aiswarya Kepemimpinan
hindu dalam nilai kasih sayang. Krulut dalam sistem pawukon di Bali memiliki
urip 7 yang memberi makna untuk mencapai sebuah pengendalian, maka rawatlah Tri
Kaya Parisuda dalam pemurnian Sapta timira dalam setiap llika liku kehidupan.
Tumpek Krulut memberi
nuansa kedamaian dalam sebuah kasih universal,sebuah pengendalian Indria dalam
proses mencintai semua ciptaan Beliau, dalam alunan nada keindahan Dharma yang
menjadi lirik lagu nafas kehidupan.
Penulis : Luh Irma
Susanthi, S.Sos., M.Pd.
Koordinator Penyuluh Agama Hindu
Kecamatan Kubutambahan
0Komentar