SINGARAJA FM,-manasā nicayam krtva tato vaca
vidhiyate,
kriyate, karmanā paścāt pradhānam
vai manastatah. { Sarasamuscaya, 79
{Kunang sangksepanya, manah
nimittaning niścayajñāna, dadi pwang niûcayajñāna,
lumêkas tang ujar, lumêkas tang
maprawrtti, matangnyan manah ngaranika pradhānan mangkana.}
Secara
singkat arti dari sloka dan padarta diatas sebagai berikut. Maka kesimpulanya,
pikirkanlah yang merupakan unsur yang menentukan, jika penentuan perasaan hati
telah terjadi, maka mulailah orang berkata, lalu melakukan perbuatan; oleh
karena itu pikirkanlah yang menjadi pokok sumbernya.
Dari
sloka dan artinya diatas, maka ada beberapa struktur yang sangat penting untuk
kita renungkan. Yakni perilaku kita berawal dari fikiran, lalu perkataan dan
mulailah melakukan perbuatan. Struktur ini juga menguatkan bahwa apapun yang
kita fikirkan hendaknyalah dibicarakan terlebih dahulu, lalu setelah disepakati
maka mulailah dikerjakan atau diperbuat. Jika kita Tarik Kesimpulan maka secara
sederhana kesalahan atas perbuatan yang pertama-tama dimohonkan ampunan lalu
perkataan dan akhirnya fikiran. Hal ini juga sesuai dengan mantra tri sandya
baik ke-enam yakni ( Om Ksantavyah Kayiko Dosah, Ksantavyo Vacika Mama, santavyo Manaso Dosah, Tat Pramadat Ksamasva
Mam) yang artinya Ya Tuhan ampunilah dosa perbuatan hamba, ampunilah dosa
perkataan hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalaian
hamba. Dalam focus kedua sloka diatas
sesungguhnya fikiranlah yang paling utama kita buat baik untuk baiknya
perkataan dan perbuatan itu. Ini juga sebagai cikal bakal, Dimana seluruh
kesucian itu kita mohonkan untuk ketiga hal itu, yaitu fikiran, perkataan dan
perbuatan.
Dasar bahwa fikiran sebagai yang
terutama dimohonkan maka kita mesti memuliakan hari suci tumpek landep sebagai
salah satu hari suci yang sangat penting untuk hal ini. Ketajaman pemikiran
inilah yang akan mampu menjadikan manusia pada posisi yang jelas seutuhnya.
Manusia yang mengetahui sekaligus menjalankan apa yang ia ketahui, mampu
menggunakan ketajaman fikiran untuk usaha yang bertujuan untuk mempermudah
hidup. Inilah yang menghasilkan ciptaan teknologi untuk kemudahan. Segala apa
yang ada ini adalah karena tajamnya fikiran memandang sesuatu. Kita tahu bunga
memang indah, tetapi jika tidak manusia yang memelihara dan ‘membaikan’ bunga
maka bukan keindahan yang diperoleh tetapi justru sebaliknya. Kita tahu mobil
adalah hasil dari pemikiran tajam, pesawat, dan benda lainnya, namun jika salah
menggunakan maka juga akan mendapatkan masalah dengan hal tersebut.
Lontar Sundarigama berikut
sebagai bahan pijakan memaknai Tumpek Landep : “kunang ring wara landep,
saniscara kliwon, pujawalin Bhatara Siwa, mwah yoganira Sang Hyang Pasupati,
pujawalinira Bhatara Siwa tumpeng putih kuning adanan, iwak sata putih,
sarupane wenang, gerang, terasi bang, sedah woh aturakna ring sanggar. Yoganira
Sang Hyang Pasupati, sesayut pasupati, sesayut jayeng perang, sesayut kusuma
yudha, suci , daksina, peras ajuman, canang wangi, tadah pawitra , reresik
astawakna ring sarwa dewa lalandep ing aperang, kalinggania ikang wang,
apasupati landeping idep, samangkana lekasakna sarwa mantra wisesa, dhanur
dara, uncarakna ring bhusana ning paperangan kunang, minta kasidhian ring sang
hyang pasupati.
Arti bebasnya : Juga pada wara
Landep, yaitu hari Caniscara Kliwon, adalah puja wali Bhatara Çiwa, dan hari
saat beryoganya Sang Hyang Pasupati Adapun untuk pujawali Bhatara Çiwa, ialah :
Tumpeng putih kuning satu pasang, ikannya ayam putih, dan boleh juga sebulu
(berbagai warna), Gerang, terasi merah, pinang dan sirih, dan banten itu
dihaturkan di Sanggah.
Adapun yoganya Sang Hyang
Pasupati (Hyang Widhi dalam wujud Raja Alam semesta), ialah :
Sesayut jayeng perang, sesayut
kusumayudha, suci, daksina peras, canang wangi-wangi, untuk memuja bertuahnya
persenjataan. Demikian juga menurut ajaran dalam hubungannya dengan manusia
ialah hal itu untuk menjadikan tajamnya pikiran, karena hal yang demikian patut
dilaksanakan dengan puja mantra sakti pasupati, ilmu tentang persenjataan, juga
dalam bhusana untuk dimohonkan kesidhian kepada Sang Hyang Pasupati.
Berdasarkan wejangan suci diatas
bisa kita pahami bahwa pada saat tumpek landep adalah hari dimana ada dua hal
yang mestinya dilakukan yaitu Pujawali Bhatara Siwa, dan beryoganya Sang Hyang
Pasupati. Memang ini dibedakan sebagai bentuk kewenangan beliau di alam semesta
ini. Dipujanya Bhatara Siwa sebagai bentuk penganugerah kasih dan kekuatan
kepada manusia, rasa syukur kita lakukan dengan melakukan pemujaan di Sanggar
atau Merajan masing-masing. Hal ini yang perlu kita pahami, bahwa selama ini
yang melakukan pemujaan di hadapan mobil, motor, dan benda mewah lainnya adalah
keliru sebab dalam teks suci ini kita sudah diharapkan melakukan pemujaan di
Sanggah, bukan tempat lainnya yang mampu mengurangi makna baik dalam hari suci
tumpek landep.
Selanjutnya adalah bahwa pada
hari ini adalah hari dimana Ida Sang Hyang Pasupati melakukan yoga semesta,
sehingga umat diharapkan untuk melakukan pemujaan dengan mempersembahkan
sesuatu yang intinya memohon ‘pasupati’ terhadap diri manusia utamanya pada
pemikirannya. Pikiran adalah kunci dari pelaksanaan hari Suci Tumpek landep
ini. Bisa kita pahami bahwa pada saat wuku sebelumnya adalah wuku watugunung
dimana ilmu pengetahuan kita mohonkan dan selanjutnya kita memohonkan kekuatan
terhadap ‘sarana’nya berupa pikiran kehadapan guru (pagerwesi, hari guru
menurut hindu). Setelah memperoleh anugerah gurulah kita memperoleh ketajaman
dalam hal berfikir, maka disini guru kemudian disebut dengan Gunathita yang
artinya orang yang telah mampu mengatasi Tri Guna dalam dirinya. Selanjutnya
adalah Rupawarjitha yang artinya orang yang telah memahami ketuhanan yang tak
berwujud atau sudah mampu memperoleh penerangan fikiran. Setelah memperoleh
anugerah dari gurulah kita akan memperoleh ketajaman pikiran yang kemudian kita
peringat pada saat Tumpek Landep.
Apa sebenarnya maksud dari
ketajaman pikiran (manah) untuk penguatan diri? Ini sesungguhnya untuk menjawab
bahwa pada saat Tumpek landep adalah keliru kita melakukan pemujaan terhadap
benda-benda mewah penyerta kehidupan berupa mobil, motor, sepeda, isi perabotan
dapur, sebab itu adalah bagian dari kesejahteraan yang akan lebih tepat
dilakukan pada saat Hari Suci Tumpek Kuningan. Landeping idep itulah
sesungguhnya yang ditekankan pada saat Hari Suci yang jatuh pada Saniscara
Kliwon wuku landep ini. Tajamnya pemikiran bisa kita lihat dengan tajamnya
kecerdasan atau utamanya pemikiran untuk melakukan segala sesuatu yang utama.
Cerdas memandang sebuah persoalan dengan penuh pertimbangan baik dan buruk
serta sadar untuk melakukan kebaikan itu sebagai laku hidup buka laku yang ada
pada angan-angan, sebab dewasa ini banyak orang pintar tetapi tidak cerdas,
tidak tajam untuk mengurai permasalahan dengan budaya laku yang baik. Artinya
banyak yang pintar yaitu tahu akan kebenaran tetapi menyimpang pada tataran
perilakunya.
Jika kita lihat pelaksanaannya,
maka pada hari ini seluruh umat hindu memuliakan dirinya dengan menyembah
kepada Hyang Pasupati di sanggah kemulan, natab sesayut jayengperang, kusuma
yuda dan sesayut pasupati. Artinya pada saat ini kita memohon agar selalu jaya
dalam melakukan peperangan hidup melawan segala macam musuh yaitu kama, loba,
krodha, moha, mada, matsarya. Hal lain agar mampu menginjak dan mengalahkan
segala macam klesa. Antara lain awidya
yaitu ketidakmampuan memahami diri sendiri dan alam semesta, asmita, yang
artinya ego yang tak terkendali. Raga yang artinya selalu menganggap sumber
kebahagiaan ada di luar diri, selanjutnya adalah dwesa yang menganggap sumber
duka ada di luar diri, abhiniwesa yaitu takut akan ketiadaan jika panca klesa
dan sad ripu ini bisa dikalahkan dan dikuasa maka akan menghasilkan manusia yang
penuh pencerahan, tajam dalam berfikir dan kesidhian akan tercapai.
Selanjutnya adalah natap sesayut
kusuma yudha adalah agar manusia diberikan kekuatan dan kebijaksanaan agar bisa
bersaing dan terhindar dari perilaku menyimpang seperti korupsi, dan lain-lain.
Nilai kebijaksanaan itulah yang memberikan pencerahan dan kekuatan pada
seseorang sehingga penuh wibawa karena kebijaksanaannya. Selanjutnya adalah
natap pasupati, yaitu setelah mampu menang dari segala musuh dan klesa serta
mampu memperolehkewibawaan akibat dari kebijaksanaan maka perlu di pasupati
agar ketiga hal ini terasah, terperbaharui dengan baik dan ujungnya akan
memperoleh kesidian. Bisa dipahami pula bahwa ketiga sesayut ini juga
memberikan penajaman terhadap ketajaman pikiran (pasupati), ketajaman kata
sebagai bagian dari kebijaksanaan akibat kemenangan dalam berbagai klesa dan
musuh (kusuma yudha), dan ketajaman
dalam perilaku agar cerdas mengenal kebaikan dan melakukannya (jayeng perang).
Pikiranlah sebagai pijakan baiknya perbuatan dan perkataan. Symbol berbagai sarana upakara seperti sesayut adalah pengejawantahan bahwa dalam kehidupan ini kita sangat mengharapkan tajamnya fikiran untuk berperang dalam hidup. Berperang melawan kebodohan (avidya) dan berperang melawan musuh dalam diri kita sendiri atau Sad Ripu. Rahajeng Rahina Suci Tumpek Landep, dari anugerah ketajaman, menuju pengampunan, dan hasilnya adalah kekuatan diri.
0Komentar