TUO6BUOpGUd9BUYpGSroBSGiGY==
Light Dark
Suara Bising Operasional PLTGU Dikeluhkan Warga ,Wabup Supriatna Pimpin Mediasi

Suara Bising Operasional PLTGU Dikeluhkan Warga ,Wabup Supriatna Pimpin Mediasi

Daftar Isi
×

Wakil Bupati Buleleng Gede Supriatna Pimpin Mediasi Antara PLN dan Warga Pemaron


SINGARAJA FM,-Wakil Bupati Buleleng (Wabup), Gede Supriatna, memimpin mediasi antara manajemen Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan warga di Pemaron, Buleleng, Rabu (15/10/2025) malam.Hal itu terkait masalah kebisingan dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Pemaron yang sebelumnya dikeluhkan warga setempat. Dari hasil mediasi, disepakati operasional pembangkit maksimal sampai pukul 19.00 Wita.

Pertemuan digelar di Perumahan Nirwana, Rabu (15/10), dengan menghadirkan perwakilan masyarakat, manajemen PLN Bali Utara, PLTGU Pemaron, PLN UID Bali, serta PLN Batam.

Wabup Supriatna bertindak sebagai fasilitator agar dialog berlangsung kondusif."Dulu masyarakat sudah damai dengan keberadaan PLTGU, tapi setahun terakhir muncul lagi persoalan akibat operasional pembakaran tenaga diesel ini," ujar Supriatna.

Ia berharap masyarakat dan pihak PLN dapat saling memahami situasi. Di satu sisi, kebutuhan listrik di Bali masih defisit sehingga butuh pembangkit, tapi di sisi lain warga juga berhak atas ketenangan.Dalam pertemuan tersebut, manajemen PLTGU Pemaron akhirnya sepakat membatasi jam operasional PLTD maksimal hingga pukul 19.00 Wita.

"Tadi sudah ada kesepakatan di hadapan saya bahwa PLTD hanya akan beroperasi sampai jam 7 malam," tegas Wabup Supriatna.

Lebih lanjut, Pemkab Buleleng juga telah mengirim surat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar mempertimbangkan kembali keberadaan PLTD di Pemaron.

"Suratnya sudah dikirim lewat Bapak Bupati ke Kementerian ESDM," tambahnya.

Sementara itu, Manager Unit Gilimanuk-Pemaron PLN Indonesia Power, Yusna Prambudi, memastikan operasional PLTD Pemaron hanya akan dilakukan maksimal hingga pukul 19.00 Wita, dimulai pukul 07.00 pagi dan berlangsung selama 12 jam per hari.Ia menegaskan bahwa PLTD Pemaron merupakan opsi terakhir dalam upaya menjaga pasokan listrik di Bali agar tidak terjadi pemadaman bergilir.

"Kami sudah berkomitmen mengoperasikan PLTD Pemaron sebagai opsi terakhir. Karena kondisi darurat, komitmen PLN adalah tidak ada pemadaman bergilir. Itu langkah yang kami lakukan untuk melistriki Bali," ujarnya.

Menurutnya, sistem kelistrikan Bali saat ini hanya disuplai dari lima pusat pembangkit utama, yakni Gilimanuk, SKLT, Pemaron, dan Pesanggaran. Kapasitas pembangkit di Bali disebut masih sangat terbatas.

"Kalau bicara PLTD, tidak semuanya beroperasi. Kami sesuaikan dengan kebutuhan saja. Kalau butuh 30 MW ya 30 MW, kalau 50 MW ya 50 MW. Tidak langsung full semua. Itu bagian dari mitigasi untuk mengurangi dampak kebisingan dan risiko lainnya," jelasnya.

PLTD Pemaron memiliki total 148 unit mesin dengan daya maksimum 110 MW, di mana satu mesin mampu menghasilkan sekitar 0,8 MW. Selain membatasi waktu operasional, PLN juga menyiapkan langkah mitigasi tambahan dengan mengevaluasi penggunaan sound barrier seperti yang diterapkan di PLTD Batam untuk meredam kebisingan.

"Sound barrier itu salah satu mitigasi yang dilakukan di Batam. Kami evaluasi dan akan terapkan juga untuk mengurangi dampak kebisingan di Pemaron," tambahnya.

Terkait jangka panjang, PLN mengakui bahwa hingga tahun 2026 belum ada penambahan pembangkit baru di Bali. Masa transisi ini menjadi penting untuk menjaga keseimbangan antara permintaan dan pasokan listrik.

"Bali ini salah satu daerah dengan pertumbuhan beban listrik tertinggi, mencapai 18 persen, jauh di atas rata-rata nasional yang hanya sekitar 7 persen. Karena belum ada penambahan pembangkit, kami harus kelola demand-supply sebaik mungkin," paparnya.

Namun, PLN menyiapkan solusi permanen. Pada tahun 2026 akan mulai dibangun PLTMG di Pesanggaran dan PLTGU berkapasitas 450 MW yang ditarget rampung dalam tiga tahun.

"Harapannya, setelah PLTMG dan PLTGU beroperasi, keseimbangan demand-supply listrik di Bali sudah positif, sehingga PLTD yang ada sekarang bisa kami hentikan," tutupnya.

Sementara itu, perwakilan warga, Maryono, mengaku kurang puas dengan hasil kesepakatan dalam pertemuan tersebut. Menurutnya, durasi operasional PLTD yang panjang membuat telinga warga sakit dan sulit beristirahat dengan tenang.

"Kalau merasakan satu jam saja sudah sakit, apalagi ini 11 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 7 malam. Walau bagaimana pun, keputusan apa pun nanti, kami tetap tersiksa kalau kebisingan itu masih ada," keluhnya.

Maryono menambahkan suara bising mesin membuat kesehatan warga terganggu bahkan sampai memengaruhi kondisi mental keluarga.

"Ketenteraman terusik, kesehatan kami terganggu. Anak dan istri juga terganggu mentalnya dengan adanya kebisingan itu," ujarnya dengan nada kecewa.

Mulyono juga mengeluhkan getaran yang ditimbulkan mesin. Mereka khawatir getaran tersebut berisiko merusak rumah."Getaran mengakibatkan kekhawatiran. Serba salah, dijalankan salah, nggak dijalankan kita tersiksa. Kedamaian dan ketenangan sudah nggak ada. Maka tuntutan kami, kembalikan kedamaian kami. Kalau tidak bisa, ya sudah, beli atau relokasi kami," katanya.

0Komentar

sn
sn
Special Ads