SINGARAJA FM,-Bali kembali terguncang dengan berita tragis yang terjadi kembali di Jembatan Tukad Bangkung, Bali. Seorang remaja pria tewas diduga karena bunuh diri, melompat dari jembatan tinggi itu.
Kasus “ulah pati”
seperti ini tak hanya menyentak hati kita ia juga menantang pemahaman spiritual
kita.
Lantas bagaimana Hindu
menandangnya??
Dalam hukum karma Hindu
dan konsep atma (jiwa), bunuh diri bukanlah pelepasan sempurna. Aksi itu
dianggap melanggar ajaran tentang menghormati kehidupan sebagai hadiah Sang
Pencipta.
Bhagavad Gita 2.27
mengingatkan:
जातस्य
हि
ध्रुवो
मृत्युर्ध्रुवं
जन्म
मृतस्य
च
।
तस्मादपरिहार्येऽर्थे
न
त्वं
शोचितुमर्हसि
॥२७॥
jātasya hi dhruvo
mṛtyur
dhruvaḿ janma mṛtasya
ca
tasmād aparihārye 'rthe
na tvaḿ śocitum arhasi
"Bagi yang telah
lahir, kematian pasti; bagi yang telah mati, kelahiran pun pasti. Oleh karena
itu, janganlah berduka atas hal yang tak terelakkan.”
Kehidupan sebagai
manusia adalah hadiah terindah dari semesta, jangan sia-siakan kesempatan mulia
tersebut dengan tindakan ulah pati, dalam kitab Parasara Hindu dijelaskan bahwa
ketika manusia mengambil tindakan bunuh diri maka rohnya akan mengalami siksa
selama 60 ribu tahun, oleh karena itu janganlah mengambil hal yang paling
terkutuk dalam setiap ritme kehidupan .
Mari bersama menjaga
hidup, menghargai anugerah kelahiran, dan memberi dukungan pada siapa pun yang
sedang berjuang. Hidup adalah kesempatan suci untuk bertumbuh.
Kutipan ini menegaskan
bahwa hidup dan mati berada dalam siklus alamiah, bukan suatu anomali yang bisa
dipersingkat oleh kehendak manusia.
Ketika seseorang bunuh
diri, karmanya belum selesai, jiwa akan tetap melanjutkan perjalanan, membawa
sisa karma dan mungkin menghadapi kelahiran kembali dalam keadaan yang lebih
sulit.
Kita tak bisa menyederhanakan
tragedi ini sebagai tindakan sesaat.
Doa dan kesadaran
bersama sangat penting, agar tak ada lagi nyawa yang hilang di Tukad Bangkung.
Mari jaga hidup,
empati, dan jangan biarkan penderitaan meredupkan harapan.
"Ulah Pati yang
dipaksakan adalah penolakan pada anugerah hidup, dan semesta menolaknya."
"Hidup adalah yadnya, maka mengakhirinya
dengan paksa adalah melawan irama semesta."
"Semesta melarang Ulah Pati yang lahir
dari keputusasaan, sebab atma bukan milik nafsu, melainkan titipan Tuhan."
"Mereka yang memutus hidupnya sendiri,
hanya menunda penderitaan, sebab semesta akan memanggilnya kembali untuk
menuntaskan karmanya. Salah satu maha Purana menjabarkan yakni,
Garuda Purana 2.22
"Bunuh diri adalah dosa besar; jiwa yang melakukannya akan bergentayangan tanpa tempat, terikat oleh penderitaan yang tiada akhir."
Artinya, semesta
menolak kematian yang melawan dharma, karena hidup adalah anugerah dan
perjalanan jiwa tidak boleh diputuskan secara sepihak.
Semoga semua makhluk
berbahagia
Oleh : Luh Irma
Susanthi, S.Sos.M.Pd.
Koordinator Penyuluh Agama Hindu
Kecamatan Kubutambahan
0Komentar